Banyuwangi, JURNALISWARGA.ID – Mahkamah Konstitusi (MK) segera membacakan putusan uji materi tentang syarat usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) yang termaktub dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Sidang pembacaan putusan perkara tersebut dijadwalkan digelar MK pada Senin, 16 Oktober 2023. Sementara, pendaftaran capres dan cawapres Pemilu 2024 bakal dibuka Komisi Pemilihan Umum (KPU) tiga hari setelahnya atau Kamis, 19 Oktober 2023, dan ditutup pada Rabu, 25 Oktober 2023.
ANDANG SUBAHARIANTO,
Sekjen PERTINASIA, Rektor UNTAG Banyuwangi:
Hakim MK Dilarang Bermanuver, Bila selama ini hakim-hakim Mahkamah Konstitusi (MK) menguji pasal-pasal, kini diuji kenegarawanannya. Apakah MK akan memusnahkan kepercayaan publik kepada lembaga MK, atau menjaganya dengan menegakkan marwahnya.
Gugatan terhadap regulasi politik tentu saja beraroma politik kuat. Apalagi yang digugat batas usia capres – cawapres dan dilakukan menjelang pemilu digelar.
Jabatan hakim konstitusi bukan jabatan sembarangan dan diisi sembarangan orang. Di samping disumpah atas nama Tuhan, syarat-syarat hakim konstitusi pun diatur di dalam UUD 1945. Salah satu syarat yang ditegaskan dalam UUD 1945, seorang hakim konstitusi adalah seorang negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan.
Istimewa sekali, karena syarat kenegarawanan tidak ditentukan untuk jabatan kenegaraan lain dalam UUD 1945. Syarat presiden pun tak menyebut eksplisit seorang negarawan. Tentu saja hakim konstitusi adalah orang-orang istimewa melampaui jabatan kenegaraan yang lain.
Kenegarawanan mengandung muatan-muatan normatif yang tidak bisa begitu saja disamakan dengan kualitas seorang politikus. Di dalam demokrasi, semua warga negara berhak menjadi politikus, tetapi tidak semua politikus memiliki kualifikasi negarawan.
Kepentingan-kepentingan pragmatis adalah keniscayaan di dalam politik demokrasi. Namun, juga tidak dibutakan oleh kepentingan kekuasaan semata. Di sanalah kenegarawanan dibutuhkan. Kualitas tertentu yang tidak dapat dilepaskan dari keutamaan-keutamaan moral yang dimiliki seseorang, yang membuatnya bijak dan bajik.
Kenegarawanan bisa dijelaskan dengan meminjam konsep “politikos” dan “stasiastikos” dari Plato. Kenegarawanan bukanlah pengetahuan partisan, melainkan pengetahuan tentang kepentingan semua pihak.
Kualitas kenegarawanan ditunjukkan lewat pelaksanaan komitmennya pada hukum dan demokrasi. Dengan cara itu, ia tidak dikurung oleh kesempitan kepentingannya yang mengancam keseluruhan, tetapi mengutamakan kepentingan keseluruhan dan menjamin keutuhan komunitas politis.
Meski dipersyaratkan UUD 1945 memiliki kualitas negarawan, hakim konstitusi tentu saja bukan politikus. Justru di sanalah keistimewaan hakim konstitusi, melampaui politikus.
Bila politikus “sah-sah saja” bermanuver yang membuat gaduh dan panas panggung politik, dan salah satu manuver itu melalui pintu MK, justru hakim-hakim MK lah stabilisatornya. Berkat kualifikasi kenegarawanannya, hakim konstitusi lah peneduhnya. Hakim konstitusi “dilarang” bermanuver.