Bandar Lampung, (JW) – Potret kebinekaan, kesetaraan dan kebebasan umat beragama di Indonesia kembali tercoreng. Pasalnya, Ibadah Minggu pagi (19/2/2023) Gereja Kristen Kemah Daud (GKKD) Bandar Lampung yang berlokasi di Alamatdi Jl Soekarno Hatta Gang Anggrek RT 12 Kelurahan Rajabasa jaya Kec Rajabasa Kota Bandar Lampung. oleh oknum warga dari Rukun Tetangga setempat dengan dipimpin oleh Ketua RT mereka sendiri berinisial W.
Dari keterangan tertulis Natania Yosiana Raisa Siregar, putri dari gembala GKKD Bandar Lampung Pdt. Naek Siregar, diketahui W bersama dengan empat orang warga lainnya secara paksa menghentikan ibadah dengan cara memasuki memanjat pagar lingkungan gereja yang dalam keadaan terkunci.
Meski pihak gereja telah meminta keringanan waktu 1 jam untuk menyelesaikan ibadah terlebih dahulu namun permintaan tersebut diacuhkan oleh W.
Natania juga menjelaskan, W kemudian membuka pintu gedung ibadah hingga ke bagian utama ruang ibadah lalu naik ke panggung sembari berteriak agar ibadah dihentikan dan meminta jemaat gereja keluar dari tempat ibadah, saat itu juga.
“Tidak hanya itu, W juga melakukan kontak fisik dengan cara mendorong dan menarik baju pemimpin gereja dan mengancam akan membawa warga yang lebih banyak lagi,” tulis Natania dalam rilis kronologisnya yang diterima redaksi Majalah Gaharu, Senin siang (20/02/2023).
Natania kembali menjelaskan bahwa kejadian ini direspon oleh aparat kepolisian Sektor Kedaton yang datang ke lokasi 15 menit kemudian, guna meredam kericuhan yang terjadi. Buntut dari kejadian ini pada pukul 15:00 WIB di hari yang sama digelar pertemuan beberapa tokoh masyarakat setempat , aparat kepolisian, Kanwil Agama, FKUB, Camat Rajabasa, Lurah, Kasat Intel Polresta, bersama dengan pihak gereja GKKD Bandar Lampung.
Namun pertemuan tersebut tidak mencapai titik temu, karena W terus berdalih pihak gereja harus mengurus perizinan terlebih dahulu.
“Padahal pihak gereja sudah beberapa kali melakukan proses tersebut dan mendatangi W, namun tidak ada respon,” jelas Natania.
Menunggu Lebih Dari 9 Tahun
Natania Siregar menjelaskan GKKD Bandar Lampung telah melaksanakan pembangunan gereja mereka di lokasi saat ini sejak tahun 2013 lalu. Diakui Natania, selama proses pembangunan rumah ibadah pihak GKKD belum membuat IMB.
Pihak gereja, lanjutnya, sudah meminta maaf atas kejadian tersebut dan berupaya memenuhi persyaratan yang diperlukan selama kurun waktu 2014-2015. Ketika GKKD melakukan proses perizinan ke lingkungan, pihak mereka dibantu oleh empat orang Ketua RT setempat.
Lebih jauh diurainya, dari 60 tanda tangan dukungan warga setempat yang menjadi prasyarat, GKKD berhasil memperoleh 75 tanda tangan dukungan.
Namun masalah muncul ketika pihak gereja mencoba menghadap ke tingkat kelurahan. Pihak GKKD menerima penolakan untuk menggunakan gedung milik mereka sendiri sebagai rumah ibadah. Pihak gereja lalu mendapatkan informasi bahwa keempat Ketua RT yang sudah membantu gereja telah diganti, salah satu penggantinya hingga saat ini adalah W.
“Sejak saat itu, pihak gereja mengalami kesulitan untuk mengurus perizinan dari awal kembali tanpa adanya alasan yang jelas,” jelas Natania.
Natania juga menegaskan, pihak gereja akan tetap berupaya mempertahankan hak mereka dalam menggunakan gedung sebagai sarana ibadah. Karena, lanjutnya, beribadah merupakan hak setiap warga negara yang dijamin oleh UUD 1945.
“Di mana gereja ini pun sudah ada izin persetujuan warga sekitar dan memberikan dukungan 75 tanda tangan beserta fotokopi KTP dan tanda tangan RT Bernama Iwan (RT 04), Babinsa, dan Bhabinkamtibmas tahun 2014,” tegasnya.
Pimpinan Redaksi Media Jurnaliswaga.id dan Media Internasionalvoi.com mengecam tindakan yang dilakukan oleh oknum warga.
“Kita mengecam dan mengutuk keras tindakan yang sewenang-wenang dilakukan oleh oknum Intoleran apapun itu alasannya, tidak dibenarkan, Jelas UUD 1945 Pasal 29 Sudah menjadi jaminan hak setiap umat beragama menjalankan agamanya sesuai dengan agama yang danut masing-masing warga Indonesia, tindakan itu juga Jelas akan merusak persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia”. Ujar Nimbrod Rungga, Ketua Aliansi Jurnalis warga Indonesia Kabupaten Bogor.
Bahkan Video Arahan Presiden RI dalam Rakor Pimpinan Kepala Daerah di Sentul Bogor sudah beredar luas dimasyarakat, kenapa masih ada kejadian seperti ini? Presiden sudah menegaskan agar hati-hati, Kebebasan Beribadah itu diatur undang-undang.
“Umpung juga ini ketemu bupati dan walikota, Mengenai kebebasan beribada dan kebebasan beragama, Hati-hati”tegasnya.
“Ini yang beragama Kristen, Katolik, Hindu, Budha, Konghucu, hati-hati, ini memiliki hak yang sama dalam beribadah, memiliki hak yang sama dalam kebebasan beragama dan beribadah, hati-hati” tegasnya lagi.
“Beribada dan beragama itu dijamin oleh konstitusi kita, dijamin oleh Undang-undang Dasar 1945 Pasal 29:2 sekali lagi di jamin oleh konstitusi.Tegasnya lagi
“Ini harus ngerti, Dandim, Kapolres,Kapolda, Pangdam ini harus mengerti, Kajari Kajati, jangan sampai yang namanya konstitusi itu kalah oleh kesepakatan, konstitusi tidak boleh kalah dengan kesepakatan”ulangnya.
Ada rapat, FKUB Misalnya, ini misalnya, sepakat tidak memperbolehkan membangun tempat ibadah, hati-hati Lo, Konstitusi kita hati-hati Lo, menjamin itu.ucapnya.
“Ada peraturan walikota, atau ada instruksi Bupati, Hati-hati, kita harus tau semua masalah ini, konstitusi kita itu sudah memberikan kebebasan beribadah dan beragama.”Tutupnya.
Sangat disayangkan kalau presiden saja sudah memberikan arahan maupun intruksi kepada Bupati, walikota, Kapolres, Dandim, Kapolda, Pangdam, Kajari, Kajati, kenyataannya kejadian intoleransi masih terus terjadi?
Jemaat bisa menempu jalur hukum bila masih terus dan tidak ada penyelesaian, yang perlu di hindari jangan ada bentrokan fisik, bangun komunikasi secara humanis dengan lingkungan sekitarnya dan pemerintah setempat. Agar di pahami bahwa tindakan membubarkan orang sedang menjalankan agamanya adalah pidana sebagaimana diatur RUU KUHP. Seperti dilansir dalam ulasan berita online detikcom, yang terbit Selasa (8/6/2021). https://news.detik.com/berita/d-5597702/ruu-kuhp-ganggu-bubarkan-orang-ibadah-terancam-5-tahun-penjara
Berikut bunyinya:
RUU KUHP menjamin orang bisa beribadah sesuai dengan agama dan keyakinan masing-masing. Bila ada yang mengganggu, apalagi membubarkan orang sedang ibadah, ancaman penjara menanti.
hal itu tertuang dalam Pasal 307 RUU KUHP tentang Tindak Pidana terhadap Kehidupan Beragama dan Sarana Ibadah.
Pasal 307
(1) Setiap orang yang dengan Kekerasan atau Ancaman Kekerasan mengganggu, merintangi, atau membubarkan pertemuan keagamaan dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun atau pidana denda paling banyak kategori III.
(2) Setiap Orang yang dengan Kekerasan atau Ancaman Kekerasan mengganggu, merintangi, atau membubarkan orang yang sedang melaksanakan ibadah atau upacara keagamaan dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak kategori V.
(3) Setiap Orang yang membuat gaduh di dekat bangunan tempat untuk menjalankan ibadah pada waktu ibadah sedang berlangsung dipidana dengan pidana denda paling banyak kategori I (maksimal Rp 1 juta).
Selain itu, RUU KUHP mengancam orang yang menghina orang/tokoh agama yang sedang menjalankan ibadah. Ancamannya maksimal 2 tahun penjara.
Berikut bunyi Pasal 308 RUU KUHP:
Setiap Orang yang di muka umum melakukan penghinaan terhadap orang yang sedang menjalankan atau memimpin penyelenggaraan ibadah dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun atau pidana denda paling banyak kategori III.
Apabila pelaku sampai merusak atau membakar tempat ibadah, ancaman hukumannya menjadi 5 tahun penjara. Berikut bunyi pasalnya:
Pasal 309
Setiap Orang yang menodai atau secara melawan hukum merusak atau membakar bangunan tempat beribadah atau benda yang dipakai untuk beribadah dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak kategori V.
Dalam penjelasan RUU KUHP disebutkan, yang dimaksud dengan “upacara keagamaan atau pertemuan keagamaan” adalah kegiatan yang berhubungan dengan agama. Selain itu, seseorang atau umat yang sedang menjalankan atau memimpin ibadah atau seorang petugas agama yang sedang melakukan tugasnya harus dihormati.
“Karena itu, perbuatan mengejek atau mengolok-olok hal tersebut patut dipidana karena melanggar asas hidup bermasyarakat yang menghormati kebebasan memeluk agama dan kebebasan dalam menjalankan ibadah, di samping dapat menimbulkan benturan dalam dan di antara kelompok masyarakat,” demikian bunyi penjelasan RUU KUHP.
Lalu mengapa merusak tempat ibadah juga bisa dilarang?” Dalam ketentuan ini, merusak atau membakar bangunan atau benda ibadah merupakan perbuatan yang tercela, karena sangat menyakiti hati umat yang bersangkutan. Oleh karena itu pelaku patut dipidana. Untuk dapat dipidana berdasarkan ketentuan dalam Pasal ini, perbuatan tersebut harus dilakukan dengan melawan hukum. Perusakan dan pembakaran harus dilakukan dengan melawan hukum,” demikian penjelasan Pasal 309 RUU KUHP. (Kefas Hervin Devanda, S.Th)
- .