(Catatan untuk Ormas) Penulis : M Rizal Aris, Mahasiswa S2 Filsafat Jakarta
JURNALISWARGA.ID, BOGOR Idealnya ormas khususnya ormas keagamaan harus berfungsi sebagai (Social control) pengawasan masyarakat atau moral force terhadap penguasa atau pemerintah. Karena penguasa itu punya kecenderungan untuk melakukan korupsi dan menyalahgunakan wewenang untuk segala kepentingan.
Disitulah fungsi utama ormas sebagai wadah kontrol yang berbasis masyarakat atas segala kebijakan dan aturan pemerintah. Ormas harus memastikan pemerintah berjalan sesuai relnya (on the track) yakni sebagai birokrasi yang profesional dan petugas yang melayani masyarakat. Bukan sebaliknya ormas patron yang selalu setuju dan menjadi “stempel” nya pemerintah. Lebih parah lagi jangan sampai ada istilah ormas tukang “pukul” atau centengnnya pemerintah.
Kritis atas aturan dan kebijakan pemerintah adalah bentuk jihad ormas, terutama kritis atas kebijakan yang tidak berfihak pada masyarakat, seperti pemerintah yang gagal menyediakan kebutuhan pangan (minyak goreng), kritis pada pemerintah yang arogan, kritis adanya Nepotisme, Kolusi pejabat yang berpotensi korup dll.
Kritisnya ormas harus juga berbasis data sehingga bisa ikut memberikan solusi atau usulan atas situasi yang timpang (kritis konstruktif). Soal menghormati penguasa yang sah itu harus tetapi soal tetap tegak(istiqomah) menjaga untuk tetap kritis tidak boleh kendor.
Berbicara ormas dan kasus korupsi pemerintah kabupaten Bogor yang baru saja terjadi adalah sebuah ibrah atau pelajaran agar kejadian serupa tidak boleh terulang kembali. Sebagai mana kita ketahui kasus korupsi ini tidak terlalu mengejutkan, terutama kalangan media dan pengamat independen.
Adalah Bupati kabupaten Bogor Ade Yasin (Kamis,28/4/ 2022) bersama pejabat ASN pemkab Bogor tertangkap tangan rabo dinihari dengan dugaan suap. Ade Yasin adalah adik dari Rachmat Yasin bupati sebelumnya yang juga terlibat korupsi dan menjadi terpidana suap sebesar Rp 4,5 milliar dalam kasus tukar-menukar kawasan hutan PT Bukit Jonggol Asri (BJA) tahun 2014, dan perkara gratifikasi ini untuk kepentingan pemilihan bupati dan wakil bupati Bogor tahun 2013 dan pemilu 2014.
Dari kasus ini, ormas dikabupaten Bogor bisa belajar bagaimana bisa independen dalam berpijak. Jangan sampai bikin acara atau agenda harus selalu minta “restu” pendopo, sehingga fungsi kontrolnya sebagai ormas hilang.
Semua diskursus ormas-pemerintah ini muaranya adalah bagaimana kita semua warga Bogor mengharapkan kasus-kasus korupsi di kabupaten Bogor tidak terus terulang dan Bogor benar-benar menjadi kawasan kota yang sejahtera tegak beriman.