Tangsel, JURNALISWARGA.ID – Badan Peneliti Independen Kekayaan Penyelenggara Negara dan Pengawas Anggaran Republik Indonesia (BPI KPNPA RI) menyatakan siap melaporkan langsung kasus-kasus dugaan korupsi yang mandek di aparat penegak hukum kepada Menteri Pertahanan RI, Sjafrie Sjamsoeddin.
Langkah tersebut diambil sebagai tindak lanjut atas pernyataan tegas Menhan Sjafrie yang membuka ruang pengaduan apabila penanganan kasus korupsi tidak berjalan di Kejaksaan, Kepolisian, maupun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Pernyataan itu disampaikan Menhan saat memberikan kuliah umum di Universitas Hasanuddin (Unhas), Makassar. Ia menegaskan masyarakat tidak perlu takut atau ragu melaporkan dugaan tindak pidana korupsi, khususnya jika penanganannya terkesan mandek atau tidak menunjukkan perkembangan.
Menhan juga memastikan setiap laporan yang masuk akan dikoordinasikan dengan institusi terkait sesuai mekanisme hukum yang berlaku, guna mencegah praktik saling melindungi antaroknum aparat penegak hukum.
Pernyataan tersebut dinilai sebagai sinyal kuat keberpihakan pemerintah terhadap transparansi dan akuntabilitas, sekaligus membuka jalur pengaduan alternatif bagi masyarakat ketika aparat penegak hukum dinilai tidak bekerja maksimal.
Menanggapi hal itu, BPI KPNPA RI melontarkan kritik keras kepada Jaksa Agung RI terkait mandeknya penanganan sejumlah laporan dugaan korupsi yang telah lama dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi di daerah.
Ketua Umum BPI KPNPA RI, Rahmad Sukendar, menilai sikap diam aparat penegak hukum sebagai bentuk pembiaran hukum yang mencederai semangat pemberantasan korupsi serta melukai rasa keadilan masyarakat.
“Ini bukan sekadar kelalaian administratif. Ini sudah masuk kategori pembiaran hukum. Laporan kami resmi, lengkap, dan telah dilimpahkan Jampidsus sejak awal Februari 2024, namun hingga kini tidak ada kejelasan,” tegas Rahmad.
Rahmad, Kamis (25/12/25).
Membeberkan sejumlah kasus dugaan korupsi yang dilaporkan BPI KPNPA RI ke Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung, namun hingga kini dinilai mengendap di daerah.
Pertama, kasus dugaan korupsi pensertipikatan tanah adat Kaum Maboet di Kota Padang yang telah dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat. Kasus ini menyangkut hak ulayat masyarakat adat yang diduga dialihkan secara melawan hukum.
Kedua, kasus dugaan korupsi pengadaan tanaman bonsai di Dinas Perumahan dan Permukiman (Perkim) Kabupaten Lingga yang ditangani Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau. Proyek tersebut dinilai tidak rasional baik dari sisi manfaat maupun penggunaan anggaran.
Ketiga, kasus dugaan korupsi dana eks karyawan PT Kokalum Inalum, Sumatera Utara, yang telah dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara, namun hingga kini belum menunjukkan kepastian hukum.
Menurut Rahmad, berlarut-larutnya penanganan perkara tersebut menimbulkan dugaan kuat adanya praktik main mata, perlindungan terhadap pihak tertentu, atau ketidakseriusan Kejaksaan Tinggi dalam menindaklanjuti perintah struktural Kejaksaan Agung.
“Jika Jampidsus sudah melimpahkan, tetapi Kejati diam lebih dari satu tahun, publik patut bertanya: ada apa? Jangan sampai hukum hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas,” sindirnya.
BPI KPNPA RI mendesak Jaksa Agung RI segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kinerja Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat, Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara, dan Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau.
Bahkan, Rahmad membuka opsi meminta pencopotan pejabat kejaksaan di daerah apabila terbukti lalai atau sengaja menghambat proses hukum.
“Jangan jadikan Kejaksaan sebagai kuburan laporan korupsi. Jika Kejati tidak mampu atau tidak mau bekerja, tarik kembali perkara ke pusat dan tangani langsung di Jampidsus,” tandasnya.
BPI KPNPA RI menegaskan akan terus mengawal kasus-kasus tersebut hingga tuntas. Organisasi ini juga membuka kemungkinan melaporkan dugaan pembiaran hukum tersebut langsung kepada Menteri Pertahanan RI, Presiden RI, serta Komisi III DPR RI apabila tidak ada langkah konkret dalam waktu dekat. (Red)








