Jakarta, Jurnaliswarga.id – Polemik di masyarakat terkait kebijakan terbaru Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang melarang pengecer menjual LPG 3 Kg tersebut mendapat sorotan serius Lembaga Penelitian Pendidikan dan Pemberdayaan Masyarakat (LP3M) Al Isra terungkap dalam sebuah diskusi terbatas Dr Afriantoni selaku Direktur LP3M Al Isra bersama tim Pakar Isra Foundation didampingi oleh Pendiri Al Isra Foundation bapak Ismail CH SPd MM bersama tim Pakar yang terdiri Ibu Endang Purwanti, Dr Daluri dan tim lainnya yang memberikan perspektif sosial, efesiensi dan aturan yang berpihak kepada kepentingan masyarakat secara luas. Dari sudut pandang sosial dan pemberdayaan masyarakat. Hasil diskusi terbatas tersebut tim berpendapat menekankan bahwa meskipun kebijakan ini memiliki tujuan yang baik dalam mengatur distribusi dan harga LPG, ada sejumlah dampak yang perlu diperhatikan, khususnya terhadap masyarakat kecil dan UMKM.
Dr Afriantoni selaku sebagai seorang praktisi di bidang pemberdayaan masyarakat, ia mengungkapkan bahwa kebijakan ini, meskipun bertujuan untuk menertibkan distribusi dan mengurangi praktek ilegal, justru berisiko memperburuk kondisi sosial ekonomi kelompok-kelompok rentan. Masyarakat bawah dan pelaku UMKM, yang selama ini bergantung pada pengecer untuk memperoleh LPG 3 kg dengan cara yang lebih fleksibel, akan terdampak langsung oleh pembatasan distribusi ini. Bagi banyak usaha kecil, LPG 3 kg adalah bahan bakar yang sangat vital, dan akses yang lebih terbatas akan mengganggu kelangsungan usaha mereka.
Selanjutnya menurut Ismail, S.Pd MM mengungkapkan bahwa pemerintah perlu mempertimbangkan aspek kesejahteraan sosial dalam merumuskan kebijakan seperti ini. Tidak hanya efisiensi distribusi dan pengendalian harga yang harus menjadi prioritas, tetapi juga keberlanjutan hidup masyarakat kecil yang selama ini bergantung pada pasar bebas dalam memperoleh kebutuhan pokok mereka. Dalam hal ini, peran pengecer yang independen sangat penting, karena mereka menyediakan akses yang lebih mudah dan cepat untuk konsumen di wilayah yang mungkin tidak terjangkau oleh pangkalan resmi.
“Meskipun kebijakan ini bertujuan untuk menertibkan distribusi dan mengurangi praktik ilegal, ada dampak sosial yang perlu diperhatikan, terutama bagi masyarakat kecil dan UMKM yang sangat bergantung pada pengecer untuk memperoleh LPG 3 kg. Pembatasan distribusi ini bisa memperburuk kondisi sosial ekonomi kelompok rentan, karena akses mereka menjadi terbatas. Pemerintah harus mempertimbangkan aspek kesejahteraan sosial, bukan hanya efisiensi dalam pengendalian harga dan distribusi.”
Untuk itu, penting bagi pemerintah untuk mempertimbangkan kembali dampak sosial yang lebih luas, ia menyarankan yang harus menjadi perhatian utama dalam implementasi kebijakan adalah kondisi sosial ekonomi bagi masyarakat luas. Sebab, kebijakan yang diterapkan tanpa memperhitungkan dampak pada masyarakat berisiko menciptakan ketimpangan dan menambah beban bagi mereka yang paling membutuhkan.
Ia juga menekankan perlunya ruang untuk dialog antara pemerintah dan pihak-pihak terkait, seperti perwakilan UMKM, agar kebijakan tersebut dapat dijalankan dengan cara yang lebih inklusif dan tidak merugikan pihak manapun.
Secara keseluruhan, ia berpendapat dan menggarisbawahi pentingnya kebijakan yang tidak hanya memandang efisien dari sisi pengendalian harga dan distribusi, tetapi juga harus sensitif terhadap dampaknya bagi masyarakat yang bergantung pada LPG 3 kg dalam kehidupan sehari-hari mereka.