Jakarta, Jurnaliswarga.id – Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) telah menindaklanjuti kasus korupsi dalam investasi fiktif pada PT Taspen yang merugikan negara sampai Triliunan Rupiah. (10/5/2024)
Menyikapi tindak lanjut penanganan KPK dalam kasus Korupsi PT Taspen itu, Ketua Investigasi Badan Peneliti Independen Kekayaan Penyelenggara Negara dan Pengawas Anggaran Republik Indonesia (BPI KPNPA RI) menyampaikan Apresiasi dan dukungan bahwa laporan yang pernah disampaikan BPI KPNPA RI kepada KPK ternyata mendapat perhatian dan ditindak lanjuti KPK sampai ke proses Penyidikan dan sudah ada ditetapkan Tersangka yaitu Dirut PT Taspen
Feriyandi selaku Ketua Investigasi BPI KPNPA RI meminta kepada KPK agar juga melakukan dan mengusut adanya kejanggalan penggunaan keuangan yang menjadi temuan BPK Tahun Anggaran 2021-2023 pada PT Taspen.
Dikatakan lebih lanjut Feri, PT Taspen (Persero) mengelola aset sebesar Rp346 triliun per 31 Desember 2022. Jumlah aset tersebut di antaranya dialokasikan dalam bentuk deposito sebesar Rp40 triliun, surat berharga sebesar Rp263 triliun dalam bentuk saham, reksadana, obligasi, sukuk, MTN, dan kontrak investasi kolektif efek ber agun aset, serta investasi langsung sebesar Rp2,44 triliun, investasi pada entitas asosiasi sebesar Rp3,36 triliun dan properti investasi sebesar Rp125 miliar.
PT Taspen (Persero) telah membukukan Pendapatan Kekurangan Pendanaan Tahun 2022 sebesar Rp22,176 triliun yang merupakan pendapatan atas perubahan metode dan asumsi dalam perhitungan Kewajiban Manfaat Polis Masa Depan berdasarkan Surat Menteri Keuangan Nomor S-50/MK.02/2022 tentang Persetujuan Metode dan Asumsi dalam Perhitungan Kewajiban Manfaat Polis Masa Depan Program THT pada PT Taspen (Persero) Tahun 2022.
Sebagai pengelola dana pensiun PNS, PT Taspen (Persero) telah melakukan koordinasi dengan pemerintah yang bermaksud mengoptimalkan skema perhitungan pembayaran pensiun. Pada saat ini, skema pembayaran pensiun adalah pay as you go yaitu pembayaran uang pensiun PNS saat telah memasuki masa pensiun, sedangkan PT Taspen (Persero) dan pemerintah masih berupaya untuk menjadikannya fully funded yaitu nilai tunai pensiun pegawai negeri yang sudah pensiun maupun yang masih aktif juga harus diakui oleh pemerintah sebagai utang kepada pengelola dana pensiun. Sesuai amanat Peraturan Menteri Keuangan Nomor 52/PMK.02/2021 tentang Pengelolaan Akumulasi Iuran Pensiun Pegawai Negeri Sipil, Pejabat Negara, Prajurit Tentara Nasional Indonesia dan Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, PT Taspen (Persero) telah menempuh langkah-langkah sebagai berikut.
a. Menghitung Kewajiban Jangka Panjang Program Pensiun (KJPPP) Tahun 2021 berdasarkan metode dan asumsi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan berdasarkan Surat Persetujuan Nomor S-195/MK.02/2022 Jumlah KJPPP Tahun 2021 sebesar Rp2.598 triliun, dan
b. Mengajukan metode dan asumsi perhitungan KJPPP Tahun 2022 kepada Kementerian Keuangan melalui Surat Nomor SRT-319/DIR.1/102022 tanggal 29 Oktober 2022 dan melakukan simulasi perhitungan KJPPP per 30 September 2022 menggunakan metode dan asumsi yang sama dengan perhitungan KJPPP Tahun 2021 dengan jumlah sebesar Rp2.589 triliun.
Namun demikian, sebagaimana diungkapkan dalam Bab III laporan ini dan untuk menjawab tujuan pemeriksaan, BPK menemukan permasalahan yang perlu mendapat perhatian, antara lain sebagai berikut.
a. Penyesuaian atas penempatan aset dalam bentuk investasi saham dan obligasi PT
Taspen (Persero) belum sepenuhnya sesuai ketentuan yang mengakibatkan:
1) Potensi kehilangan kesempatan memperoleh pendapatan dari dana yang masih tertahan di investasi saham per 30 September 2022 sebesar Rp425 miliar yang unrealized loss sebesar Rp762,8 miliar dari nilai perolehan sebesar Rp1,188 triliun.
2) Risiko penurunan nilai terhadap investasi pada reksadana HPAM Premium 1 atas adanya benturan kepentingan antara IPM dengan MI serta transaksi saham di atas harga pasar antara PT Taspen (Persero) dengan IPM.
3) PT Taspen (Persero) berisiko terkena sanksi atas pelanggaran ketentuan dalam PMK.
“Jadi permasalahan investasi ini bukan hanya pada tahun 2019-2020 namun juga tahun-tahun berikut nya dan ini yang harus menjadi perhatian KPK mengapa BPI KPNPA RI melaporkan Dirut PT Taspen karena adanya kejanggalan dalam pengelolaan Keuangan Negara dan ini yang harus juga menjadi Atensi KPK. Tutup Feri